Penulis? Sudahkah tahu poin-poin bekal untuk self editing di bawah ini?

Setiap penulis pasti pernah mengalami masa-masa menyusahkan saat revisi. Mereka biasanya akan disibukkan dengan beberapa hal. Bagaimana cara memangkas kalimat yang berlebih dalam cerita, menuangkan feel dalam cerita.



Lalu, kendala lainnya adalah bagaimana mereka memulai self editing itu sendiri. Apa saja yang harus di edit dll. Sebelum itu, wajib diketajui bahwa penulis haruslah memposisikan diri sebagai pembaca dan editor dalam waktu yang berbeda. Karena dua pekerjaan ini memiliki tingkat yang berbeda.

Biasanya penulis akan disibukkan dengan edit kosakata, mengubah kalimat tak penting menjadi paragraf yang encer dan berbobot. Namun, tak dipungkiri bahwa kendala moody yang suka berubah-ubah sering menjadi musuh terbesar. Berikut beberapa jawaban dan solusi untuk bekal penulis saat melakukan seld editing.

Jangan Asal Potong Naskahmu

Tulis saja dulu apa yang mau ditulis. Kalau sudah selesai, endapkan dulu. Setelah itu kamu baca, tapi jangan cuma baca sekali saja, harus berulang kali. Pasti bakal terasa mana kalimat yang boros.

Pemangkasan kalimat itu sebetulnya tergantung dari konteks naskah itu sendiri. Misalnya, dalam satu paragraf itu ada kalimat yang tidak berentitas dengan kalimat lainnya.

Alhasil peran si kalimat itu tidak berarti apa-apa. Nah, itu baru boleh dipangkas
Atau, kalau misalnya ada kelebihan partikel (nya, ku, mu, kau, dll) dalam satu kalimat, silakan pangkas saja. Ini bisa dimodifikasi dengan kata ganti baru, yang sekiranya punya maksud yang sama dengan kata sebelumnya.

Contoh:
Aku yakin bahwa aku bisa meraih cita-citaku setinggi mungkin agar aku bisa membahagiakan kedua orang tuaku.
Nah, itu kan boros banget. Dibaca juga tidak enak. Tugas kita sebagai penulis/pengarang harus bisa mengakali itu biar rapi (atau setidaknya enak dibaca)

Solusi:
Aku yakin bisa meraih cita-cita setinggi mungkin agar dapat membahagiakan kedua orang tua.

Cintai Tulisanmu, Maka Self Editing Akan Mudah

Masalah feel, menurut sebagian orang tergantung dari situasi. Kadang, yang menurut kita feel itu ngena banget, tapi menurut orang lain belum tentu
Terus cara membangkitkan feel bagaimana?

Cara sederhananya, kita sebagai penulis/pengarang harus jatuh cinta dulu sama tulisan yang kita buat
Dengan rasa cinta itu, feel bakal tercipta dengan sendirinya. Tapi kalau yang dimaksud itu feel mengenai bobot cerita (meliputi cara penyampaian narasi-deskripsi-dialog, latar, alur, dll), solusinya cuma satu: gunakanlah semua pancaindra yang kamu punya.

Berikut poin-poin yang diperlukan saat kita akan melakukan self editing. Editing dasar yang diperlukan oleh penulis/pengarang itu ada 9:
1. Ejaan
2. Tata bahasa
3. Logika
4. Konsistensi
5. Konvensi penyuntingan
6. Kebenaran fakta
7. Gaya menulis
8. Gaya selingkung
9. Legalitas

A. Ejaan

Nah sebagai penulis pasti tahu kan kalau pedoman menulis itu PUEBI dan KBBI. Di bagian ini, penulis harus mampu sedikitnya mengetahui bagaimana cara penulisan yang benar. Dalam PUEBI sudah dijelaskan bagaimana cara menulis tanda baca yang benar. Semisal penulisan angka, elipsis, apostrof, dsb.

B. Tata bahasa

Yang namanya tata bahasa, tidak akan jauh sama sintaksis atau tata kalimat. Ini sedikit sudah disinggung di jawaban sebelumnya.

C. Logika

Nah, kadang suka ada yang salah persepsi di sini. Kebanyakan orang pernah menyimpulkan bahwa untuk cerita fiksi itu tidak pakai logika juga tidak masalah. Toh itu bukan kenyataan yang harus dipertanggungjawabkan. Padahal, kenyataannya bukan begitu. Cerita yang kita tulis, apa pun itu, harus berdasarkan logika. Semua genre, bahkan fantasi sekalipun.

D. Konsistensi

Bagian ini memang agak ribet nulisnya. Namun, langsung saja belajar dari contoh.

Jadi gini, kalau di PUEBI itu kan penulisan angka ditulis pakai huruf kalau masih bisa ditulis dengan satu atau dua kata, terus ditulis pakai angka kalau lebih dari itu. Nah, ada pengarang yang ternyata tidak hanya menulis pakai kata saja unKtuk penulisan angka.

Contoh: Saya punya dua puluh tujuh novel.

Itu harusnya pakai angka, tapi ditulisnya pakai huruf.  Gak salah, tidak apa-apa, asalkan ditulis konsisten dari awal sampai akhir. Contohnya ada di bukunya Mbak JK Rowling. Contoh lain dari konsistensi itu misalnya karakter tokoh.
Kalau misal kamu buat karakter yang sifatnya dingin, ya bikin saja terus gitu. Namun, tidak mungkin selamanya gitu, kan? Nah, perubahan ini boleh dilakukan, asal prosesnya tidak instan.

E. Konvensi penyuntingan

Ini tidak umum didengar, sih. Namun, kita harus tetap tahu. Biasanya di bagian ini, itu dilakukan kalau naskah kita sudah selesai.
Nah, ini tuh sederhananya kayak 'merapikan apa yang sudah kita tulis'.
Jadi, kalau misal mau bikin novel, itu kan kalau diterbitin harus ada daftar isi, kata pengantar, dll., kan?

Dari situ kita harus susun serapi mungkin.
Kalau di penerbit, bagian ini tuh biasanya bakal dicek sama proofreader-nya. Apa masih ada yang miss atau tidak.

F. Kebenaran fakta

Ada logika, pasti ada fakta juga, kan?
Contoh mudahnya begini: kamu buat cerita yang menyebutkan kalau pempek itu berasal dari Lampung. Padahal kenyataannya dari Sumatra Selatan. Itu kan, tidak berlogika, jadi apa yang kamu tulis itu salah. Makanya, di sini penulis/pengarang itu harus melakukan riset sebaik mungkin. Jangan sampai ada yang terlewat. Riset bisa dilakukan sambil jalan.

G. Gaya menulis dan selingkung

Gaya selingkung itu kan aturan khusus dalam suatu penerbit. Nah, aturan setiap penerbit pasti beda-beda.
Contoh:
Penulisan elipsis di Penerbit A.
“Aku... kayaknya suka sama kamu.”
Penulisan elipsis di Penerbit B.
“Aku ... kayaknya suka sama kamu.”
Nah, kalau di PUEBI kan, yang betul itu punyanya Penerbit B. Jadi, apa Penerbit A salah?

Jawabannya adalah tidak salah. Karena mungkin gaya selingkung di Penerbit A, untuk penulisan elipsis juga begitu.
Terus kalau gaya menulis itu bagaimana?
Ada bebedarapa kenalan. Awalnya dia menulis elipsis itu kayak punya Penerbit B. Namun, sejak bukunya terbit di Penerbit A, yang ternyata penulisan elipsisnya digabung, jadi dia ikuti penulisan itu.

H. Legalitas

Di sini kita harus tahu, apa cerita yang kita tulis itu hasil dari plagiat atau apa? Jangan sampai cerita yang kita tulis itu ilegal.
Nah, dari kesembilan hal tersebut, penulis/pengarang wajib sedikit tahu apa saja yang dibutuhkan dalam dunia tulis-menulis. Dan ternyata, bukan cuma ejaan yang benar saja yang harus penulis/pengarang tahu.

Demikianlah beberapa bekal saat self editing. Jadilah penulis yang mau memperbaiki kosakata, agar tulisanmu semakin rapi dan diperhitungkan



Penulis: Yandi. Asd.
SHARE 1 comment

Add your comment

  1. Keren ilmunya^^ tapi saya belum tahu apostrof itu apa?

    ReplyDelete

© KMC Group · THEME BY WATDESIGNEXPRESS